Rabu, 25 Juni 2014

Jabat Tangan

Pertama, bahwa berjabat tangan antara laki-laki danperempuan itu hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah. Apabila dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwatdan taladzdzudz (berlezat-lezat) dari salah satunya (apalagi keduanya; penj.) maka keharaman berjabat tangan tidak diragukan lagi. Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi - yaitu tiadanya syahwat dan aman dari fitnah - meskipun jabatan tangan itu antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram. Bahkan berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi. Kedua, hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan akrab diantara mereka; dan tidak baik hal ini diperluas kepada orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw. - tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan wanita lain (bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang erat). Dan yang lebih utama bagi seorang muslim atau muslimah - yang komitmen pada agamanya - ialah tidak memulai berjabat tangan dengan lain jenis. Tetapi, apabila diajak berjabat tangan barulah ia menjabat tangannya. Saya tetapkan keputusan ini untuk dilaksanakan oleh orang yang memerlukannya tanpa merasa telah mengabaikan agamanya, dan bagi orang yang telah mengetahui tidak usah mengingkarinya selama masih ada kemungkinan untuk berijtihad. Wallahu a'lam Yusuf Qordhowi