Didalam sebuah riwayat dikatakan bahwa ada sebagian dari
ummat Rasulullah SAW yang dibangkitkan oleh Allah dari Alam Kubur ketika hari
kiamat dengan tangan terbelenggu ke bawah lalu salah satu sahabat bertanya
"Siapa mereka Ya Rasulullah?" kemudian Nabi menjawab : mereka adalah orang yang suka melakukan
ghoshob yaitu orang yang meminjam dan memakai barang milik orang lain tanpa
seizin yang memiliki barang
Tidak boleh seseorang
memanfaatkan kepemilikian orang lain tanpa izinnya.”
Di antara dalil
kaedah tersebut adalah “Tidak halal harta seseorang kecuali dengan ridho
pemiliknya” (HR. Ahmad 5: 72. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits
tersebut shahih lighoirihi).
Izin di sini boleh jadi: (1) Izin secara langsung, (2) Izin
tidak langsung (izin dalalah) yaitu misalnya secara ‘urf (kebiasaan), hal
seperti itu sudah dimaklumi tanpa ada izin lisan atau sudah diketahui ridhonya
si pemilik jika barangnya dimanfaatkan.
Mengenai bentuk izin jenis kedua ini kita bisa berdalil
dengan kisah Khidr yang menghancurkan perahu orang miskin yang nantinya akan
dirampas oleh raja. Ia sengaja menghancurkannya karena ia tahu bahwa mereka
(para pemilik) ridho akan perbuatan Khidr. Allah Ta’ala berfirman; “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan
orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera
itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap
bahtera.” (QS. Al Kahfi: 79).
Oleh karenanya, mengenai izin jenis kedua ini, Ibnu Taimiyah
memiliki kaedah,
“Izin secara ‘urf
(kebiasaan) teranggap sama dengan izin secara lisan” (Majmu’ Al Fatawa, 11:
427).
Di tempat lain, beliau rahimahullah mengatakan; “Segala
sesuatu yang bermakna izin maka dihukumi sebagai izin” (Majmu’ Al Fatawa, 28:
272).
Contoh Kaedah
1. Tidak boleh masuk dalam rumah atau kebun seseorang tanpa
izinnya.
2. Dalam akad mudhorobah (usaha bagi hasil), jika pengelola
telah diberi syarat oleh pemodal untuk menjalankan usaha di tempat tertentu,
atau menjual barang tertentu, atau ditentukan waktu tertentu, lalu syarat ini
dilanggar, maka itu berarti telah memanfaatkan sesuatu tanpa izin.
3. Jika ada seseorang yang dititipi sejumlah uang, lantas ia
memanfaatkannya tanpa izin orang yang menitipkan, maka jika ada kehilangan,
dialah yang mengganti rugi karena ia telah memanfaatkan barang tanpa izin.
4. Jika suatu jalan khusus terlarang dilewati lalu pintunya
sengaja dibuka tanpa meminta izin pada pemiliknya, itu berarti telah
memanfaatkan milik orang lain tanpa izin.
5. Jika seseorang mengetahui dari keadaan sahabatnya bahwa
ia selalu ridho jika diambil sesuatu miliknya, maka barang milik sahabatnya
tadi boleh diambil tanpa izinnya. Ini termasuk izin jenis kedua yang disebutkan
di atas.
6. Di antara contoh lain dari izin jenis kedua, misalnya ada
orang yang dititipkan uang. Lalu ia meminjam uang tersebut dan ia tahu si
pemilik uang ridho apalagi pada orang yang sifatnya amanah, maka boleh saja ia
manfaatkan. Namun jika ia ragu apakah si pemilik meridhoi ataukah tidak, maka
tidak boleh ia memanfaatkannya.
Wallahul muwaffiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar